Skip to main content
Artikel

Berkah Amnesti, Sekali Mendayung Tiga Pulau Terlampaui.

Dibaca: 15 Oleh 09 Des 2019November 30th, 2020Tidak ada komentar
Berkah Amnesti, Sekali Mendayung Tiga Pulau Terlampaui.

Amnesti masal yang akan diberikan kepada para penyalahguna yang saat ini mendekam di rumah tahan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas), sebagai wujud rasa kemanuasiaan dan keadilan.

Ini telah diperjuangkan oleh pengiat anti penyalahgunaan narkotika,  dengan catatan diikuti upaya penyembuhan sakit ketergantungan narkotika secara berkesinambungan.

Saya mendukung gagasan Menteri Kumham, yang merencanakan pemberikan amnesti kepada penyalah guna yang ditahan dan dipenjara karena penyala guna narkoba.

Pasalnya, adalah mereka merupakan korban kejahatan dan juga orang sakit adiksi narkotika kronis, yang sifatnya kambuhan. Dan, dapat menyebabkan “sakau”, apabila tidak menggunakan narkotika.

Amnesti masal adalah terobosan legal akibat kebuntuan masalah peradilan yang justru sesuai dengan tujuan UU Narkotika.

Bahwa penyalahguna narkotika (drug user) dan pecandu (drug addiction) sebagai pelanggar hukum, dijamin undang undang mendapatkan pengaturan upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial (read: tujuan UU narkotika).

Rehabilitasi adalah, jenis sangsi bagi pelaku penyalahgunaan narkotika. Dimana dalam UU narkotika dinyatakan, masa menjalani rehabilitasi dihitung sama dengan menjalani hukuman (pasal 103/2).

Rehabilitasi juga berarti proses kegiatan pengobatan untuk membebaskan pecandu  dari ketergantungan narkotika dan proses proses pemulihan fisik, mental dan sosial. Agar dapat menjalankan fungsi sosialnya dalam masarakat.(pasal 1 PP 25/2011).

Hukuman rehabilitasi adalah, proses perjuangan panjang melawan penyakit adiksi ketergantungan dan memulihkan kondisi fisik, mental kejiwaan dan perilaku sosialnya.

Oleh karena itu, ada pameo yang mengatakan hukuman rehabilitasi bagi penyalah guna “lebih berat” dari pada hukuman penjara.

Langkah terobosan Menkumham tersebut, saya katakan sebagai berkah “sekali mendayung tiga pulau terlampaui.

Di samping untuk mengurangi over capacity, juga untuk menghilangkan relap atau kambuh (bahasa kesehatan) di dalam  penjara serta mencegah terjadinya residivisme (bahasa hukum) setelah keluar dari penjara.

Terobosan amnesti massal, mudah-mudahan terwujud.

Karena, sudah ada gayung bersambut dengan “angin perubahan” yang terjadi di lingkungan Mahkamah Agung, melalui hasil seminar yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung.

Dimana, Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali senada dengan Dirjend Lapas Sri Puguh Budi Utami berpendapat bahwa; “Rehabilitasi sangat effektif bagi penyalahguna narkotika, dibanding memenjarakannya.”

Tokoh hukum ini berpendapat, “Pemenjaraan bagi penyalahguna narkotika, tidak memberikan kesembuhan bagi penyalahguna di Indonesia.”

Menurut Dirjen Lapas, pihak pemasyarakatan lebih suka dan lebih bagus kalau pecandu narkoba direhabilitasi.

Para pejabat sejatinya mengakui, hal ini memudahkan para narapidana narkotika untuk kembali pulih.

“Nah, kalau mereka di dalam penjara terus, sementara tidak direhab-rehab ya beban negara lebih berat lagi tanggung jawabnya,” tutur mereka.

Sedangkan menurut Ketua MA,  penyalah guna narkotika jangan dimasukkan ke penjara. Walaupun bertahun-tahun dipenjara, mereka itu tidak akan sembuh, padahal mereka sendiri adalah korban.

Jadi, efektifnya penyalahguna  narkoba itu direhabilitasi.

Sumber: http://eksekutif.id/

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel